Puasa: Revolusi Ruhaniah Meraih Sukses Dunia Akherat



Oleh Muchsin Ismail, Praktisi Pendidikan



abdullah_shakoor
 
Dalam Islam revolusi ruhaniah terjadi pada masa risalah Muhammad SAW, yakni di Medinah. Saat itu revolusi tidak menyisakan kekerasan, kerusuhan, apalagi sampai berdarah-darah. Berbeda sebaliknya dengan revolusi sebagaimana sering terjadi di muka bumi ini.

“Revolusi ruhaniah yang dikobarkan di Medinah menunjukkan, ketika khamardilarang, bagaimana cangkir-cangkir khamartidak bisa menyentuh bibir, dan tong-tong khamardipecahkan, membanjiri jalan-jalan Medinah”, begitu tutur Syed Habibul Haq Nadvi. Ini artinya, baginya, pembangunan moral dari manusia tercapai.

Tuntas Bersama Pendidikan

Sepertinya tidak pernah akan ada dan terjadi suatu peristiwa revolusi yang tuntas tanpa dibarengi pendidikan.  Frasa sederhana ini, merupakan gambaran utuh terjadinya revolusi ruhaniah dalam entitas muslim masa lampau. Qur’an diwahyukan dengan satu kata perintah: iqra.  

Penekanan dari kosa kata iqra, adalah rangkaian kegiatan membaca, riset, mempelajari apa pun yang harus dipelajari, dan eksperimen. Muhammad SAW menyampaikan himbauan luar biasa terhadap ber-iqra, yakni bermakna mencari ilmu (pendidikan). Melalui hadist nabi, dapat kita ketahui, bahwa Pendidikan adalah kegiatan seumur hidup; pendidikan wajib dilaksanakan, tanpa diskriminasi, oleh laki-laki dan perempuan; dan pendidikan silahkan untuk ditempuh dimana saja, sejauh ke negri china sekalipun. Oleh karena itu, tidak bisa kemudian pendidikan maknanya kita reduksi menjadi sekolah atau akademi.

Saking penting dan bermaknanya ilmu pengetahuan, sampai-sampai Rasulallah menyebutnya sebagai sahabat seiring dalam sunyi dan sepi, dalam duka dan derita, dan sebagai perhiasan paling berharga. Apa yang telah dinyatakan oleh Rasulullah, kurang mendapat perhatian serius dari umat dewasa ini. Sehingga wajar jika umat Islam tertinggal beberapa langkah oleh umat lainnya.

Puasa dan Perubahan Ruhaniah 

Jika revolusi dimaknai sebagai perubahan mendasar dan pembalikan suatu kondisi, maka apa yang telah dilakukan oleh Rasulallah sangat revolusioner. Dan manakala tokoh penggeraknya sudah tidak ada, kita hanya bisa bercermin pada ajaran-ajarannya yang telah disampaikan dari generasi ke generasi. 

Tidak banyak yang diwariskan nabi kepada keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya, melainkan dua hal saja, yaitu al-Qur’an dan al-Hadist. Inilah warisan yang paling berharga sepanjang sejarah manusia. Dikatakan berharga, karena keduanya merupakan pedoman dan pegangan hidup lurus dan berharga dalam membangun seperitual dan material umat manusia.

Dalam membangun moralitas, spiritual, dan bahkan kesejahtraan umat, salah satunya, bisa dibangun melalui ajaran yang bernama puasa. Puasa (shaum), dalam Islam adalah ibadah wajib (ibadah mahdhah), wajib dilaksanakan dan ketika tidak, maka orang tersebut berdosa. Ibadah wajib ini, ibadah tahunan, dilaksanakan satu kali dalam satu tahun selama satu bulan penuh, didasarkan pada firman Allah “Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. (QS. Albaqaarah: 183)

Melalui puasa ramadhan sesungguhnya kita diajarkan cara meraih kesuksesan di dunia dan di akherat. Dalam konteks sukses di dunia, seperti yang dapat kita lihat pada orang-orang yang telah sukses, baik pada mereka yang sudah meninggal atau yang masih hidup, adalah ditandai oleh tiga karakter mental: disiplin, kejujuran, dan berbagi manfaat. 

Puasa mengajarkan disiplin tangguh Karena dalam berpuasa ada ketentuan yang harus ditaati, yaitu kapan kita tidak boleh (imsyaq) dan boleh makan (iftar); menahan lapar dan mengeluarkan zakat fitrah mendidik kita supaya mampu bersimpati dan sekaligus berempati kepada orang-orang yang kekurangan; dan, puasa mengajarkan kejujuran, sebab kita tidak bisa membedakan orang yang sedang berpuasa atau tidaknya. Hal ini berbeda dengan ibadah lainnya, yang ketika berbohong mudah untuk dideteksi, seperti orang yang tidak haji mengaku sudah berhaji, orang yang belum salat mengaku sudah salat, dan orang yang tidak mengeluarkan zakat mal mengaku sudah.

Namun mengapa, orang yang sudah melaksanakan puasa selama satu bulan penuh, dan pasca ramadhan kembali ke watak dasarnya, tidak mengalami perubahan sedikitpun? Puasa demikian, yang tidak  berdampak apapun pada diri seseorang, jawaban yang sangat mungkinnya, adalah karena puasa yang dilakukannya sekadar ikut-ikutan, tanpa dilandasi niat yang tulus yang disertai pemahaman yang dalam. Alih-alih meraih buah dari revolusi ruhaniah dan mencapai derajat taqwa, justru yang didapat rasa lapar dan haus yang tidak bernilai. Wallahu ‘alam bissawab!    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna “Antum A’lamu Bi Amri Dunyakum”

NASIHAT SYAIKH 'ATHA' BIN KHALIL TENTANG PENTINGNYA MEMPELAJARI BAHASA ARAB

TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB SURVEYOR